A.
BUDAYA
ETIKA (Corporate Culture)
Budaya merupakan
hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sedangkan etika merupakan
sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Dalam
perusahaan, hubungan antara pimpinan dengan instansi merupakan dasar budaya etika.
Corporate culture (budaya
perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen serta
psikologi industri dan organisasi, yang
mana tujuan dari budaya perusahaan ini adalah untuk meningkatkan kinerja
organisasi (perusahaan).
Pemikiran tentang corporate culture ini berawal dari pengembangan ilmu yakni ilmu manajemen,
organisasi dan psikologi industri. Dalam pelaksanaan organisasi perusahaan
diperlukan adanya suatu hubungan yang baik antara semua bidang atau departemen.
Djokosantoso Moeljono
mendefinisikan corporate culture
sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang
dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi
sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Menurut Martin
Hann, ada sepuluh parameter budaya perusahaan yang baik antara lain:
1.
Pride of the organization
2.
Orientation
towards (top) achievements
3.
Teamwork
and communication
4.
Supervision
and leadership
5.
Profit
orientation and cost awareness
6.
Employee
relationships
7.
Client
and consumer relations
8.
Honesty
and safety
9.
Education
and development
10. Innovation
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya
etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua
tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh.
Perilaku ini adalah budaya etika.
Contohnya adalah
hubungan manajemen puncak yang harus berbudaya/beretika/etis dalam perkataannya
maupun tindakannya, sehingga ia dapat menjadi contoh bagi yang lainnya
(khususnya bawahannya) dalam artian bahwa manajemen puncak dapat membuat
seluruh organisasi dan karyawannya dapat menjalankan aktivitas sesuai konsep
etika yang berbudaya dan etis. Maka dari itu, diperlukan beberapa langkah
metode dalam mencapai hal tersebut, yakni:
a.
Corporate
Credo adalah suatu
pernyataan yang ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal:
- Perusahaan
terhadap karyawan
- Karyawan
terhadap perusahaan
- Karyawan
terhadap karyawan lain
Komitmen Eksternal :
- Perusahaan
terhadap pelanggan
- Perusahaan
terhadap pemegang saham
- Perusahaan
terhadap masyarakat
b.
Program
Etika adalah suatu gambaran sistem dari aktivitas yang dirancang untuk mengatur
pegawai melaksanakan Corporate Credo.
c.
Kode
Etik Perusahaan adalah suatu aturan yang mengandung nilai-nilai etis/ etika
dalam menjalankan aktivitasnya. Contohnya IBM’s Business Conduct Guidelines(Panduan Perilaku Bisnis IBM).
B.
MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Dalam mengembangkan
struktur etika korporasi perlunya prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan
bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan
sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders)
maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri.
Penerapan ini
diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga
diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya
sekedar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup,
masyarakat dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Mengembangkan Good Corporate Governance memang telah
dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor
swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu
organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh
Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar
Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah
membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu
mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi
dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat
struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite
remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat
untuk meningkatkan efektivitas “Board
Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite
audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan
pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Ada beberapa masalah
etika yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan praktek-praktek
organisasi/perusahaan di tempat kerja, meliputi:
a. Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan
Masalah ini berhubungan erat dengan struktur dalam
sebuah organisasi. Semakin seseorang memperoleh jabatan puncak, maka seseorang
tersebut secara tidak langsung juga memperoleh martabat dan rasa hormat yang
tinggi dari bawahannya. Namun begitu, bukan berarti seseorang dengan posisi
puncak bisa bersikap semena-mena terhadap bawahannya. Seorang pegawai juga
berhak menerima kebebasan dalam bertindak sesuai dengan hak dan kewajibannya.
b. Kebijakan dan praktek personal
Masalah ini berkenaan dengan etika kepegawaian,
pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan, pemberhentian dan masalah
pensiun anggota organisasi. Praktek-praktek seperti pengujian pelamar,
penaikan pangkat secara eksklusif dalam organisasi, bersikap berat sebelah
kepada kerabat dan kawan dekat, pemberiaan hak prosedur proses, dan gaji yang
sesuai menunjukan beberapa keputusan yang sulit, yang menyangkut beberapa
masalah etika yang mendasar.
c. Keleluasaan (privacy) dan pengaruh
terhadap keputusan pribadi
Perjanjian implisit dan eksplisit antara pegawai
dengan organisasi yang mempekerjakan mereka, memberi peluang kepada organisasi
untuk mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun, masalah etika muncul bila
organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan pribadi anggotanya
yang tidak secara langsung mempengaruhi prestasi kerja dalam organisasi,
misalnya segala sesuatu yang terjadi selama masa cuti yang mempengaruhi citra
organisasi, keikutsertaan dalam masalah-masalah publik seperti kegiatan
masyarakat organisasi pelayanan, kontribusi pada badan-badan amal, dan
keterlibatan dalam kelompok kegiatan politik.
d. Pemantapan perilaku
Masalah yang termasuk dalam hal ini adalah sejauh mana
organisasi memiliki hak untuk memaksa anggotanya agar membeberkan informasi
mengenai diri mereka melalui peralatan terselubung, pemakaian fisiograf dan tes
kepribadian, serta tes pemakaian obat terlarang. Anggota organisasi harus
memiliki informasi yang cukup mengenai apa yang sedang terjadi untuk dapat
memberikan keputusan yang cerdas mengenai konsekuensinya dan prosedur yang
terlibat. Anggota organisasi tidak boleh dipaksa untuk melakukan kegiatan
pembeberan informasi, tetapi mereka harus diberi informasi sepenuhnya sehingga
setuju memberikan informasi secara sukarela.
e. Kualitas lingkungan kerja
Hal ini meliputi sejumlah besar kegiatan, termasuk
masalah-masalah kesehatan dan keamanan, perawatan ibu hamil dan anak-anak,
serta hubungan pegawai-manajer. Bahaya di tempat kerja yang mengakibatkan cacat
sering ditemukan. Selain dari bahan-bahan toksis dan berbahaya sebagai sumber
ancaman bagi kesehatan dan keamanan, stress di tempat kerja mungkin besar
peranannya terhadap penurunan kualitas kehidupan kerja anggota organisasi. Oleh
sebab itu, seorang pimpinan atau manajer dituntut untuk menciptakan suatu iklim
yang menghargai anggota organisasi dan mendukung produktivitas optimal. Gaya
kepemimpinan yang menghindari percekcokan dan manuver politis mungkin merupakan
gaya kepemimpinan yang paling etis.
C. KODE PERILAKU KORPORASI
Kode perilaku korporasi
(Corporate Code of Conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap
karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut. Kode
perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan
lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam
menjalankan usahanya.
Di dalam Perilaku
korporatif peran pemimpin sangat penting antara lain,
-
First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja,
-
Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan
budaya kerja secara konsisten dan konsekuen,
-
Role Model, teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan
Budaya Kerja dan
-
Pencetus
dan Pengelola,
strategi dan program budaya
kerja sesuai kebutuhan korporasi.
Kode perilaku korporasi
(Corporate Code of Conduct) juga dapat diartikan sebagai pedoman
internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja,
Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu
dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pengelolaan perusahaan
tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam
pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Corporate
Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam
bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam
berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang
berkepentingan.
Pembentukan citra yang
baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau
berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada
perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu
menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar
perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya.
Pernyataan dan pengkomunikasian
nilai-nilai tersebut dituangkan dalamCorporate Code of Conduct.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
·
Code of Corporate
Governance (Pedoman
Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun
stakeholder lainnya.
·
Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis),
pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan
dengan Karyawannya.
·
Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan
Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat
Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional
Best Practice.
·
Sistim
Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
·
An
Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of
the Auditing Committee along with its Scope of Work.
·
Piagam
Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.
D.
GOVERNANCE SYSTEM
Merupakan suatu sistem hukum dan suara pendekatan dimana
suatu perusahaan diarahkan dan dikontrol berfokus pada struktur internal maupun
eksternal suatu perusahaan dengan tujuan memantau tindakan manajemen dan
direksi badan dan risiko sehingga mengurangi yang mungkin berasal dari
perbuatan pejabat-pejabat perusahaan.
Jadi, dapat disimpulkan Governance System adalah
suatu aturan, batasan dan sistem yang di rancang untuk melakukan pengarahan
serta pengendalian secara internal dan eksternal guna mengantisipasi suatu
perbuatan yang tidak diinginkan dan kecurangan yang dapat terjadi pada
perusahaan.
Dalam
pelaksanaannya terdapat empat unsur yang tak dapat dipisahkan dari Governance
System, yakni:
a)
Commitment
on Governance adalah sebuah komitmen
di bidang perbankan yang dilandasi prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan
atau perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan perusahaan.
b)
Governance
Structure adalah struktur
kekuasaan yang dijalankan dengan persyaratan sesuai peraturan perundangan yang
berlaku yakni berupa persyaratan suatu transaksi yang diijinkan oleh pejabat
yang ada di Bank.
c)
Governance
Mechanism adalah suatu
peraturan dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan, yakni pengaturan
mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat Bank.
d)
Governance
Outcomes adalah suatu hasil
dari pelaksanaan baik dari cara-cara atau praktek-praktek maupun aspek hasil
kinerja yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja yang diinginkan (tersebut).
Kelompok
3 :
1.
Ade Agus (20212118)
2.
Dewi Komalasari (21212952)
3.
Grace (21212154)
4.
Earlyna Rachmonandes (22212348)
5.
Efinawawi Anastasya (2B215088)
6.
Herawati Palentina
L Siahaan (2B214231)
7.
Maharaja (24212071)
8.
Yogi Prasetya (28210650)
9.
Rendi Winarta (2B215033)
10. Stevany (27212146)
11. Dwye Nur Uwatun (22212296)
12. Muhammad Reza Afandi (2B215064)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar