Senin, 26 Oktober 2015

TUGAS 1 Ekonomi Koperasi : Ibu Pergi ke Pasar, Sejarah Koperasi

1.            Ibu Pergi Ke Pasar
            Ibu pergi ke Pasar. Di pasar, Ibu bertemu para pedagang.
Pedagang langganan ibu terlihat ramai. Ibu memilih sayur-sayuran. Sayuran itu masih sangat segar. Ibu juga membeli ikan dan daging . Harga di pasar lebih murah.
2.          Sejarah Koperasi
            Koperasi berdiri pada tahun 1896 . Diperkenalkan oleh Patih R. Aria Atmaja. Ia terdorong untuk menolong para pegawai yang makin menderita karena terjerat lintah darat. Koperasi tersebut berlandaskan prinsip gerakan ekonomi rakyat. Dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup.


Referensi :

Djazh, Dahlan Pengetahuan Koperasi (Jakarta : PN Balai Pustaka, 1980)

Selasa, 13 Oktober 2015

Sejarah Profesi Akuntan dalam 3 Fase

SEJARAH PROFESI AKUNTAN

            Menurut International Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) mengartikan bahwa Profesi Akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian dibidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja dipemerintah, dan akuntan sebagai pendidik. Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen. Tujuan profesi akuntan adalah memenuhi tanggung jawabnya dengan standart profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik.
            Profesi akuntan dimulai sejak abad ke-15 meskipun masih dipertentangkan para ahli mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Menurut sejarahnya para pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antar pemilik dan pengelola modal tersebut.
Sejarah profesi akuntan dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1.      Fase Orde Lama
 Pada era penjajahan Belanda tahun 1642, praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri. Dimulai pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan dijakarta. Pada era ini Belanda memperkenalkan sistem pembukuan berpasangan atau sering disebut double-entry bookkeeping  yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Profesi akuntan di Indonesia diawali dengan berdirinya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tahun 1957. pada masa ini masih mengikuti pola yang dilakukan Belanda, dimana akuntan didaftarkan dalam salah satu register Negara. Belanda sendiri memiliki dua organisasi profesi yaitu Van Academich Gevorormd e Accountants (VAGA) dan Nederlands Institute Van Accountants (NIVA). Akuntan-akuntan Indonesia yang lulus pertama periode setelah kemerdekaan tidak dapat menjadi anggota kedua organisasi.
Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selam tahun 1880an dan awal tahun 1990an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusah belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Penigkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administarsi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur.
2.       Fase Orde Baru
Pada masa orde baru, perekonomian mengalami perubahan yang sangat signifikan. Perubahan ini berdampak terhadap kebutuhan profesi sebagai akuntan. Hal ini karena adanya pasar modal pertama sejak masa orde baru, banyaknya kantor akuntan yang berdiri , dan juga kantor akuntan asing yang bekerja sama dengan Kantor Akuntan Indonesia. Pada tahun 1977, Drs. Theodorus M. Tuannakotta IAI membentuk seksi akuntan pengembangan akuntan publik. Dalam kurun waktu 17 tahun profesi akuntan berkembang dengan pesat seiring dengan pasar modal dan perbankan di Indonesia, sehingga diperlukan standart akuntansi keungan dan standart professional akuntan publik yang setara dengan standart Internasional. 
Profesi Akuntan menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan Bank di Indonesia. Hal ini deisebabkan perusahan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari akuntan publik. Pada bulan juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui Financial Governence Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan di sektor publik dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat auditor bertanggungjawab atas kelalaian dalam melaksanakan audit, dan Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.

3.      Fase Reformasi – Sekarang
Setelah melewati orde lama dan orde baru, perkembangan profesi akuntan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari perkembangan perekonomian, dunia usaha dan investasi, pasar modal serta pengaruh modal. Secara garis besar sejarah dari perkembangan profesi dan organisasi akuntan publik di Indonesia tidak luput dari perkembangan perekonomian Negara dan perkembangan perekonomian dunia.
Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi akuntan adalah tumbuhnya pasar modal.
a.      Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non bank.
b.      Adanya kerja sama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik pada pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia.
c.       Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian.
            Pada awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan versifikasi pembayaran PPN dan PPN BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Peran besar akuntan dalam dunia usaha sangat membantu pihak yang membutuhkan laporan keuangan perusahaan dalam menilai keadaan perusahaan tersebut. Pada tahun 2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draf Akademik tentang rangcangan Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draf ini  disebutkan bahwa tujuan dibentuknya UU Akuntan Publik adalah untuk melindungi kepercayaan publik yang diberikan kepada akuntan publik, memberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan publik, mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyonsong era liberalisasi jasa akuntan publik.   
Sumber :
-          Hartadi, Bambang. 1987. Auditing “Suatu Pedoman Pemeriksaan Akuntansi Tahap Pendahuluan”. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
-          www.iaiglobal.or.id


            

Selasa, 06 Oktober 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI

A.    BUDAYA ETIKA (Corporate Culture)
Budaya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Sedangkan etika merupakan sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Dalam perusahaan, hubungan antara pimpinan dengan instansi merupakan dasar budaya etika.
Corporate culture (budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen serta psikologi industri dan organisasi, yang mana tujuan dari budaya perusahaan ini adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi (perusahaan).
Pemikiran tentang corporate culture ini berawal dari pengembangan ilmu yakni ilmu manajemen, organisasi dan psikologi industri. Dalam pelaksanaan organisasi perusahaan diperlukan adanya suatu hubungan yang baik antara semua bidang atau departemen.
Djokosantoso Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Menurut Martin Hann, ada sepuluh parameter budaya perusahaan yang baik antara lain:
1.       Pride of the organization
2.       Orientation towards (top) achievements
3.       Teamwork and communication
4.       Supervision and leadership
5.       Profit orientation and cost awareness
6.       Employee relationships
7.       Client and consumer relations
8.       Honesty and safety
9.       Education and development
10.   Innovation
Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Contohnya adalah hubungan manajemen puncak yang harus berbudaya/beretika/etis dalam perkataannya maupun tindakannya, sehingga ia dapat menjadi contoh bagi yang lainnya (khususnya bawahannya) dalam artian bahwa manajemen puncak dapat membuat seluruh organisasi dan karyawannya dapat menjalankan aktivitas sesuai konsep etika yang berbudaya dan etis. Maka dari itu, diperlukan beberapa langkah metode dalam mencapai hal tersebut, yakni:
a.      Corporate Credo adalah suatu pernyataan yang ringkas mengenai nilai-nilai yang ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal:
-       Perusahaan terhadap karyawan
-       Karyawan terhadap perusahaan
-       Karyawan terhadap karyawan lain
Komitmen Eksternal :
-       Perusahaan terhadap pelanggan
-       Perusahaan terhadap pemegang saham
-       Perusahaan terhadap masyarakat
b.      Program Etika adalah suatu gambaran sistem dari aktivitas yang dirancang untuk mengatur pegawai melaksanakan Corporate Credo.
c.       Kode Etik Perusahaan adalah suatu aturan yang mengandung nilai-nilai etis/ etika dalam menjalankan aktivitasnya. Contohnya IBM’s Business Conduct Guidelines(Panduan Perilaku Bisnis IBM).

B.    MENGEMBANGKAN STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Dalam mengembangkan struktur etika korporasi perlunya prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri.
Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekedar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Mengembangkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Ada beberapa masalah etika yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan praktek-praktek organisasi/perusahaan di tempat kerja, meliputi:
a.      Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan
Masalah ini berhubungan erat dengan struktur dalam sebuah organisasi. Semakin seseorang memperoleh jabatan puncak, maka seseorang tersebut secara tidak langsung juga memperoleh martabat dan rasa hormat yang tinggi dari bawahannya. Namun begitu, bukan berarti seseorang dengan posisi puncak bisa bersikap semena-mena terhadap bawahannya. Seorang pegawai juga berhak menerima kebebasan dalam bertindak sesuai dengan hak dan kewajibannya.

b.      Kebijakan dan praktek personal
Masalah ini berkenaan dengan etika kepegawaian, pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan, pemberhentian dan masalah pensiun anggota organisasi. Praktek-praktek seperti pengujian pelamar, penaikan pangkat secara eksklusif dalam organisasi, bersikap berat sebelah kepada kerabat dan kawan dekat, pemberiaan hak prosedur proses, dan gaji yang sesuai menunjukan beberapa keputusan yang sulit, yang menyangkut beberapa masalah etika yang mendasar.

c.       Keleluasaan (privacy) dan pengaruh terhadap keputusan pribadi
Perjanjian implisit dan eksplisit antara pegawai dengan organisasi yang mempekerjakan mereka, memberi peluang kepada organisasi untuk mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun, masalah etika muncul bila organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi prestasi kerja dalam organisasi, misalnya segala sesuatu yang terjadi selama masa cuti yang mempengaruhi citra organisasi, keikutsertaan dalam masalah-masalah publik seperti kegiatan masyarakat organisasi pelayanan, kontribusi pada badan-badan amal, dan keterlibatan dalam kelompok kegiatan politik.

d.      Pemantapan perilaku
Masalah yang termasuk dalam hal ini adalah sejauh mana organisasi memiliki hak untuk memaksa anggotanya agar membeberkan informasi mengenai diri mereka melalui peralatan terselubung, pemakaian fisiograf dan tes kepribadian, serta tes pemakaian obat terlarang. Anggota organisasi harus memiliki informasi yang cukup mengenai apa yang sedang terjadi untuk dapat memberikan keputusan yang cerdas mengenai konsekuensinya dan prosedur yang terlibat. Anggota organisasi tidak boleh dipaksa untuk melakukan kegiatan pembeberan informasi, tetapi mereka harus diberi informasi sepenuhnya sehingga setuju memberikan informasi secara sukarela.

e.      Kualitas lingkungan kerja
Hal ini meliputi sejumlah besar kegiatan, termasuk masalah-masalah kesehatan dan keamanan, perawatan ibu hamil dan anak-anak, serta hubungan pegawai-manajer. Bahaya di tempat kerja yang mengakibatkan cacat sering ditemukan. Selain dari bahan-bahan toksis dan berbahaya sebagai sumber ancaman bagi kesehatan dan keamanan, stress di tempat kerja mungkin besar peranannya terhadap penurunan kualitas kehidupan kerja anggota organisasi. Oleh sebab itu, seorang pimpinan atau manajer dituntut untuk menciptakan suatu iklim yang menghargai anggota organisasi dan mendukung produktivitas optimal. Gaya kepemimpinan yang menghindari percekcokan dan manuver politis mungkin merupakan gaya kepemimpinan yang paling etis.

C.     KODE  PERILAKU KORPORASI
Kode perilaku korporasi (Corporate Code of Conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut.  Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam menjalankan usahanya.
Di dalam Perilaku korporatif peran pemimpin sangat penting antara lain,
-           First Adapter, penerima dan pelaksana pertama dari budaya kerja, 
-          Motivator, untuk mendorong insan organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja secara konsisten dan konsekuen, 
-          Role Model, teladan bagi insan korporasi terhadap pelaksanaan Budaya Kerja dan
-          Pencetus dan Pengelola, strategi dan program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.
Kode perilaku korporasi (Corporate Code of Conduct) juga dapat diartikan sebagai pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Corporate Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalamCorporate Code of Conduct.
Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut:
·         Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
·         Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
·         Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
·         Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
·          An Auditing Committee Contractarranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.
·         Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

D.    GOVERNANCE SYSTEM
Merupakan suatu sistem hukum dan suara pendekatan dimana suatu perusahaan diarahkan dan dikontrol berfokus pada struktur internal maupun eksternal suatu perusahaan dengan tujuan memantau tindakan manajemen dan direksi badan dan risiko sehingga mengurangi yang mungkin berasal dari perbuatan pejabat-pejabat perusahaan.
Jadi, dapat disimpulkan Governance System adalah suatu aturan, batasan dan sistem yang di rancang untuk melakukan pengarahan serta pengendalian secara internal dan eksternal guna mengantisipasi suatu perbuatan yang tidak diinginkan dan kecurangan yang dapat terjadi pada perusahaan.
Dalam pelaksanaannya terdapat empat unsur yang tak dapat dipisahkan dari Governance System, yakni:
a)      Commitment on Governance adalah sebuah komitmen di bidang perbankan yang dilandasi prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku dalam menjalankan perusahaan.
b)      Governance Structure adalah struktur kekuasaan yang dijalankan dengan persyaratan sesuai peraturan perundangan yang berlaku yakni berupa persyaratan suatu transaksi yang diijinkan oleh pejabat yang ada di Bank.
c)      Governance Mechanism adalah suatu peraturan dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan, yakni pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat Bank.
d)      Governance Outcomes adalah suatu hasil dari pelaksanaan baik dari cara-cara atau praktek-praktek maupun aspek hasil kinerja yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja yang diinginkan (tersebut).


Kelompok 3 :
1.      Ade Agus                                             (20212118)
2.      Dewi Komalasari                                 (21212952)
3.      Grace                                                  (21212154)
4.      Earlyna Rachmonandes                      (22212348)
5.      Efinawawi Anastasya                          (2B215088)
6.      Herawati Palentina L  Siahaan           (2B214231)
7.      Maharaja                                            (24212071)
8.      Yogi Prasetya                                      (28210650)
9.      Rendi Winarta                                     (2B215033)
10.  Stevany                                                (27212146)
11.  Dwye Nur Uwatun                               (22212296)

12.  Muhammad Reza Afandi                    (2B215064)